PERPUSTAKAAN NGUDI KAWRUH
Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image >

5 Masalah dasar manusia sebagai Pustakawanan

0 komentar

LIMA MASALAH DASAR KEHIDUPAN MANUSIA DALAM RUANG LINGKUP KEPUSTAKAWANAN

Di dalam buku Pengantar ilmu antropologi, C. Kluckhohn[1] yang dikutip oleh Koentjaraningrat mengatakan bahwa variasi jenis nilai budaya bertumpu pada lima masalah dasar kehidupan manusia, yaitu hakikat hidup manusia, karya manusia, kedudukan manusia dalam ruang waktu, hubungan manusia dengan alam sekitarnya, dan hubungan manusia dengan manusia lainnya.
Jika dikaitkan dengan dunia kepustakawanan, masalah dasar manusia yang pertama, yaitu mengenai hakikat hidup manusia, kebudayaan memandang bahwa untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, manusia harus menambah ilmu pengetahuan yang umumnya dapat diperoleh malalui buku. Dengan membaca buku, manusia dapat menguasai rahasia alam dan lingkungannya, mengolah pengetahuannya tersebut untuk menjalani dan beradaptasi dalam kehidupan. Di dalam masyarakat, nilai tersebut muncul dalam bentuk peribahasa seperti carilah ilmu sampai ke negeri Cina atau bangsa yang besar adalah mereka yang memiliki informasi. Dalam diri manusia, baik yang berbudaya lisan maupun tulis, rasa ingin tahu sudah merupakan sifat dasar manusia. Oleh sebab itu, untuk memenuhi kebutuhan tersebut dalam ilmu perpustakaan, pengelolaan ilmu menggunakan pedoman yang merangkum seluruh bidang pengetahuan dalam 10 bagian, mulai dari pengetahuan umum (kelas 000), filsafat, agama, sosial, bahasa, ilmu terapan, seni, dan sejarah (kelas 900). Tambahan pula, ilmu perpustakaan dan informasi mengidentifikasi berbagai jenis perpustakaan, yaitu perpustakaan umum yang koleksinya mencakup semua bidang ilmu, perpustakaan khusus dengan koleksi khususnya sesuai bidang yang digeluti oleh lembaga induknya, perpustakaan sekolah maupun perguruan tinggi yang memiliki koleksi di bidang akademis, serta berbagai pusat informasi lainnya. Dengan berpijak pada tujuan pencapaian kehidupan yang lebih baik melalui buku ini, dunia perpustakaan memegang nilai-nilai budaya yang berupaya untuk melayani pemenuhan keinginantahuan masyarakat dengan memudahkan segala akses ke perpustakaan dan juga menumbuhkan dan meningkatkan minat baca masyarakat. Nilai budaya yang terlihat adalah nilai keingintahuan, pengembangan diri, dan lain sebagainya.
Dalam masalah dasar manusia yang kedua yaitu masalah hasil karya manusia dalam kepustakawanan, sistem nilai budaya berurusan terutama dengan karya tulis manusia. Sebagian besar kebudayaan, terutama dari masyarakat yang berbudaya baca-tulis, memandang bahwa buku merupakan sesuatu yang penting sebagai sumber ilmu pengetahuan, sumber kebenaran (sekaligus kebohongan). Bukan hanya penting dalam meningkatkan taraf hidup seseorang, tetapi dalam masa-masa tertentu dan masyarakat tertentu buku dianggap penting sebagai simbol status. Penghargaan pada buku, terlihat pada sistem konservasi dan pelestariannya. Dalam sistem tersebut, pustakawan menciptakan berbagai prosedur pengawetan, mulai dari kebersihan buku, cara memperlakukan buku, penyimpanan, pengalihbentukan, serta penyebarluasan isi buku. Penyebarluasan informasi menyangkut hak manusia memperoleh informasi dan masalah sensor.  
Pada masalah dasar ketiga, yaitu kedudukan manusia dalam ruang waktu, kebudayaan yang berkaitan dengan kepustakawanan memandang penting semua naskah baik yang berasal dari waktu lampau, kini dan masa yang akan datang. Orientasi waktu tersebut juga mempengaruhi pembagian subjek dalam klasifikasi, terutama yang berkaitan dengan buku-buku sejarah. Masalah ini juga mempengaruhi dalam sistem layanan dan rancangan gedung perpustakaan. Di masa yang lampau, perpustakaan melayani masyarakat dalam jumlah relatif sedikit, dengan kebutuhan informasi yang tidak begitu beragam, dan juga mengolah sumber informasi yang konvensional. Tetapi di masa kini, dengan kemajuan teknologi informasi yang demikian pesat, perpustakanaan dituntut melayani masyarakat majemuk dalam jumlah lebih banyak dengan kebutuhan informasi yang juga beragam, dari sumber informasi manual maupun elektronik.    
Masalah dasar hubungan manusia dengan alam sekitarnya, kepustakawanan memiliki kebudayaan yang sangat tergantung pada alam, karena berkaitan dengan kenyamanan yang diperlukan, baik bagi buku-buku atau koleksi lainnya di perpustakaan maupun kegiatan di perpustakaan. Bukan hanya iklim, udara dan kelembaban yang tidak sesuai yang dapat menimbulkan jamur sehingga memicu kerusakan buku, tetapi juga binatang, seperti tikus, rayap dan semut. Perpustakaan juga membuat berbagai peraturan dalam kegiatan rutin dan periodik, baik untuk pustakawan maupun pengguna perpustakaan, yang pada dasarnya untuk melindungi buku. Alam juga erat berkaitan dengan kegiatan yang terdapat dalam perpustakaan, yaitu mempengaruhi kinerja pustakawan dan mempengaruhi konsentrasi pada saat membaca. Selain merancang gedung yang bisa menghindari atau mengurangi ancaman alam, keindahan dan kenyamanan juga diprioritaskan. Lebih jau lagi, dalam banyak kebudayaan, kegiatan membaca dianggap sebagai ibadah. Salah satunya, ayat pertama dalam Kitab suci ajaran Islam mengharuskan umatnya membaca. Dengan demikian, nilai budaya di bagian ini mencakup nilai kebersihan, kedisiplinan, religius, keindahan, kenyamanan dan hidup selaras dengan alam.  
Terakhir, masalah hubungan manusia dengan manusia lainnya dalam kepustakawanan.difokuskan pada pustakawan. Sistem nilai budaya jelas terlihat pada kode etik pustakawan yang mementingkan etika layanan. Nilai budaya yang muncul adalah mementingkan kebutuhan masyarakat akan informasi, menjaga hubungan baik dengan masyarakat yang dilayani, juga menjaga hubungan antara sesama pustakawan. Nilai budaya yang terlihat adalah nilai kebersamaan, membantu sesama, keadilan, pendidikan, dan sebagainya. 



[1] Hal. 191.

Sejarah Tahun Masehi

0 komentar

KALENDER GREGORIAN (MASEHI)

Horeeee….Tahunnn Baruu,,,Happy New Yearss \(^__^)/. Ohh yaa pada tau enggak nih sejarahnya Tahun Masehi, padahal udah seneng banget ngerayain tahun baru tapi sejarahnya tahun masehi kagak tau,,,Okke dehh kali mimin akan ceritakan sejarahnya,,,cie,,cie :D
Kalender Gregorian atau kalender Masehi yang sekarang ini udah menjadi standard penghitungan hari internasional lhoo. Padahal awalnya kalender ini dipakai untuk menentukan jadwal kebaktian di gereja-gereja Katolik dan Protestan. Kalender Gregorian adalah kalender murni surya yang bertemu siklusnya pada tiap 400 tahun (146097 hari) sekali. Satu tahun normal panjangnya 365 hari, tiap bilangan tahun yang habis dibagi 4 tahunnya (Tahun Kabisat) memanjang menjadi 366 hari, namun tidak berlaku untuk kelipatan 100 tahun dan berlaku kembali tiap kelipatan 400 tahun. Sebagai contohnya tahun 2000 adalah tahun panjang (kabisat, leap year) sedangkan tahun 1900 tahun normal.
Kalau kita bagi 146097 hari dengan 400, didapatkan angka 365.2425, hampir mendekati daur waktu surya yaitu 365.2421896698 - 0.00000615359 T - 7.29E-10 T^2 + 2.64E-10 T^3 hari. Dengan demikian koreksi pengurangan akan terkumpul menjadi 1 hari setelah sekitar 2500 tahun sekali. Usulan mengenai kapan dilakukannya koreksi itu sudah sering dihembuskan, namun belum di-institusikan.
Kalender Gregorian ini sebenernya pembaruan dari kalender Julian. Dalam 16 abad pemakaian kalender Julian, titik balik surya sudah bergeser maju sekitar 10 hari dari yang biasanya ditengarai dengan tanggal 21 Maret tiap tahun. Hal ini membuat kacaunya penentuan hari raya Paskah yang bergantung kepada daur candra dan daur surya di titik balik tersebut. Nahh,,,dikhawatirkan Paskah akan semakin bergeser tidak lagi jatuh di musim semi untuk belahan bumi utara, serta semakin menjauhi peringatan hari pembebasan jaman Nabi Musa (penyeberangan laut merah).
Pemikiran tentang koreksi ini sebenarnya telah mulai dipergunjingkan dengan keluarnya tabel-tabel koreksi oleh gereja sejak jaman Paus Pius V pada tahun 1572. Dekrit rekomendasi baru dikeluarkan oleh penggantinya, yaitu Paus Gregorius XIII, dan disahkanlah pada tanggal 24 februari 1582. Isinya antara lain tentang koreksi daur tahun kabisat dan pengurangan 10 hari dari kalender Julian. Dengan demikian, tanggal 4 Oktober 1582 Julian, esoknya adalah tanggal 15 oktober 1582 Gregorian. Tangal 5 hingga 14 Oktober 1582 tidak pernah ada dalam sejarah kalender ini. Sejak saat itu, titik balik surya bisa kembali ditandai dengan tanggal 21 Maret tiap tahun, dan tabel bulan purnama yang baru disahkan untuk menentukan perayaan Paskah di seluruh dunia.
Pada mulanya kaum protestant tidak menyetujui reformasi Gregorian ini, baru pada abad berikutnya kalender itu diikuti. Dalam tubuh Katolik sendiri, kalangan gereja ortodox juga bersikeras untuk tetap mengikuti kalender Julian, namun pemerintahan demi pemerintahan mulai mengakui dan akhirnya pemakaiannya semakin meluas seperti yang kita lihat sekarang deh.