PERPUSTAKAAN NGUDI KAWRUH
Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image >

Sejarah Tahun Jawa

0 komentar


Ehhh Hampir Tahun Baru Nihhh (^_^)9
Kalo Ngomongin soal Pergantian Tahun.
Sebenernya di Indonesia ini ada berbagai macam sistem penanggalan (Tahun) tapi yang serempak dipakai ya itu tahun Masehi.
Soalnya sejak Jaman dahulu nenek moyang kita ternyata udah pada pandai bikin tanggalan lhooo,,,ada yang ngitungnya berdasarkan perputaran Bumu terhadap matahari, Tahun Apa hayoo ittu,,ada juga yang berdasarkan Bulan (Syamsiyah), pasang surut air laut dan lain-lain...sebenernya banyak banget dehh kalo mau diteliti termasuk suku-suku primitif itu biasanya mereka punya metode sendiri buat menentukan suatu musim atau tanggal.

tapi kali ini Mimin ga akan bahas tentang kalender suku primitif nihh apalagi suku maya,,,yang mau mimin bahas tu, sejarah tahun jawa,..okke dehh langsung simak aja deh..


Misteri di Balik Sejarah Tahun Jawa


MENURUT Babad Jawa, sejak masa purbakala masyarakat di pulau Jawa sudah memiliki kebudayaan asli yang memperhitungkan ilmu perbintangan. Ilmu pengetahuan ini digunakan masyarakat pada jaman tersebut misalnya untuk bertani dan bercocok tanam serta untuk keperluan pelayaran. Ilmu ini dituangkan dalam Primbon Jawa yang termasuk di dalamnya yaitu Pawukon, Pranatamangsa, dan sebagainya.

Sekitar abad pertama masehi, masyarakat Jawa kedatangan pengaruh bangsa Hindu (India). Bersama dengan kebudayaan asli yang sudah ada, pengaruh kebudayaan Hindu ini menelurkan kebudayaan-kebudayaan baru.

Tahun Saka
Sejak abad ke-8 masehi, di Jawa sudah ada Kerajaan Hindu-Jawa yang menggunakan perhitungan waktu berdasarkan sistem kebudayaan asli, kebudayaan Hindu, dan kebudayaan baru. Perhitungan waktu pada masa itu telah menggunakan sistem angka tahun menurut Saka, terpengaruh kebudayaan Hindu.

Tahun Saka dihitung menurut perputaran matahari. Jumlah hari dalam sebulan pada tahun Saka berjumlah 30, 31, dan 32 atau 33 hari pada bulan terakhir, yaitu bulan Saddha. Sehingga setahun berjumlah 365 dan 366 hari, terbagi dalam 12 bulan.

Tahun Hijriah
Pengaruh kebudayaan Hindu yang sangat kuat di tanah Jawa akhirnya mendapat saingan dengan datangnya kebudayaan Islam. Pengaruh Islam semakin kuat sampai akhirnya pada abad ke-16 masehi Kerajaan Jawa mulai menggunakan sistem penanggalan Arab yang disebut Tahun Hijriah. Sistem penanggalan ini secara resmi digunakan oleh kerajaan Jawa Islam, tetapi sebagian masyarakat masih tetap menggunakan perhitungan Saka.

Tahun Hijriah adalah termasuk tahun Komariah, yaitu mengikuti perputaran bulan. Dalam satu tahun Hijriah berarti bulan mengitari bumi sebanyak 12 kali. Jumlah hari dalam sebulan pada tahun Hijriah berjumlah 29 dan 30 hari. Sehingga satu tahun Hijriah berjumlah 354 atau 355 hari (bulan Zulhijjah berumur 29 atau 30 hari).

Tahun Hijriah perlu diberlakukan di Jawa pada masa itu karena kerajaan-kerajaan Islam harus menyamakan kalender kerajaan dengan peringatan-peringatan penting dalam agama Islam. Pada masa itu, hari-hari besar Islam diperingati sebagai acara resmi kerajaan, misalnya Idul Fitri setiap tanggal 1 Syawal, Idul Adha setiap tanggal 10 Zulhijjah, dan Mauludan setiap 12 Rabi'ul Awal yang sampai saat ini selalu diperingati secara besar-besaran dalam acara Sekaten.

Tahun Jawa
Berdirinya kerajaan Mataram Islam memberi warna baru dalam sejarah penanggalan di Jawa. Tepatnya ketika pemerintahan Sri Sultan Agung Prabu Anyakrakusuma, ditetapkanlah pemberlakuan Tahun Jawa. Adapun sistem penanggalan Tahun Jawa adalah mengikuti penanggalan Hijriah, yaitu berdasarkan perputaran bulan, atau disebut Komariah.

Sistem penanggalan ini disepakati berlaku di seluruh wilayah Mataram, yaitu pulau Madura dan seluruh Jawa (kecuali Banten yang bukan kekuasaan Mataram). Hari itu Jum'at Legi tanggal 1 Muharram 1043 Hijriah bertepatan dengan tahun Saka 1555, dan tahun 1633 Masehi, ditetapkan sebagai awal Tahun Jawa 1555 (melestarikan peninggalan penanggalan Saka).

Ada tiga hal penting dalam pemberlakuan Tahun Jawa :
1) Mempertahankan kebudayaan asli Jawa dengan mewadahi Pawukon dan sebangsanya yang diperlukan dalam memperingati hari kelahiran orang Jawa, mengerti watak dasar manusia dan prediksi peruntungan menurut Primbon Jawa.

2) Melestarikan kebudayaan Hindu yang kaya akan kesusasteraan, kesenian, arsitektur candi dan agama. Hal ini sangat penting karena kebudayaan Hindu telah berhasil menghiasi dan memperindah budaya Jawa selama berabad-abad sebelumnya.

3) Menyelaraskan kebudayaan Jawa dengan kebudayaan Arab. Sistem penanggalan Tahun Jawa yang serupa dengan penanggalan Hijriah yaitu Komariah, akan memudahkan masyarakat Islam di Jawa untuk menjalankan ibadahnya berkaitan dengan hari-hari suci/besar Islam.

Dengan begitu, penanggalan Tahun Jawa mampu mengakomodasi tiga golongan utama masyarakat Jawa ketika itu, yaitu golongan orang Jawa kuno (asli), golongan masyarakat Hindu, dan golongan umat Islam.
(Primbon Aji Saka dan dari sumber lain)

Kenapa Perpustakaan Sepi???

0 komentar

Seiring dengan perkembangan zaman, perpustakaan semakin berkembang. Berbagai fasilitas pendukung terus ditambah untuk meningkatkan kenyamanan para pengunjung. Sehingga fungsi perpustakaan tidak hanya sebagai fasilitas pendidikan tapi juga bisa sebagai tempat hiburan dan refreshing, bahkan bisa dijadikan sebagai rumah kedua. Perpustakaan desa Ngudi Kawruh sebagai distributor informasi dan sebagai sumber informasi berusaha untuk menyediakan sarana dan fasilitas yang nyaman untuk pengguna agar pengguna merasa betah di Perpustakaan. Selain karena tempatnya yang nyaman Perpustakaan juga tentunya berusaha untuk menyediakan koleksi yang diminati dan disukai oleh masyarakat sesuai dengan usia mereka.

Lalu Kenapa Masih Banyak Perpustakaan yang Sepi Pengunjung?
Yaaa,,,meskipun manfaat perpustakaan begitu penting namun entah kenapa pamor dan ketertarikan masyarakat terhadap perpustakaan nampaknya tak bisa secemerlang dengan tempat tempat hiburan yang lainnya seperti mall dan lainnya. Akibatnya kesan perpustakaan sebagai gudang atau tempat penyimpanan buku kekal di otak masyarakat.

Bagaimanakah kita menggeser Mindset masyarakat mengenai Perpustakaan sebagai Gudang Buku ?
@Meningkatkan minat baca

Jika disuatu tempat tersedia fasilitas perpustakaan yang lengkap dan memadai, tetapi sepi pengunjung maka salah satu indikasinya adalah rendahnya minat baca masyarakat. Ketika minat baca kurang, meski buku buku yang disiapkan berkualitas hal itu tak akan mengubah pandangan masyarakat. Rendahnya minat baca ini terlebih karena faktor karakter yang dimiliki. Yang dari sejak awal tidak ada keinginan untuk mau tahu. Tidak ada pembiasaan dari kecil untuk membaca. Selain itu, faktor gengsi juga mempengaruhi rendahnya minat baca seseorang. Terkadang orang tidak ingin dikata terlalu rajin atau dikata seorang yang sangat rajin. Ada gengsi yang muncul sehingga mempengaruhi diri secara psikologi dan kelompok. SOLUSInya adalah Perpustakaan harus bisa menarik minat baca masyarakat misal dengan acara-acara tertentu yang bisa menarik perhatian masyarakat :D atau membentuk TIM atau perkumpulan Remaja Cinta membaca yang mana remaja-remaja inilah yang nantinya akan mengajak anak-anak kecil pada khususnya untuk membaca dan memberikan motivasi agar senang membaca.

@Menyediakan Koleksi Yang disukai Masyarakat

Pengunjung yang sedikit tak bisa sepenuhnya disalahkan kepada masyarakat pada satu lingkungan. Karena bisa saja koleksi yang dimiliki oleh sebuah perpustakaan banyak tidak disukai oleh pengguna khususnya anak-anak. Untuk itu perpustakaan sangat perlu melakukan yang namanya Pengembangan Koleksi agar kualitas koleksi tetap terjaga dan kebutuhan pengguna akan informasi bisa terespon dengan adanya pengembangan koleksi ini. Namun kebanyakan, kendala di Perpustakaan dalam melakukan pegembangan koleksi yaitu ada pada masalah Anggaran, minimnya anggaran yang digunakan untuk pengembangan koleksi membuat Pustakawan harus kreatif dalam melakukan manajemen koleksi dan memperhatikan kebutuhan pengguna.